Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, menegaskan bahwa masih lemahya permintaan kredit menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan kredit di Indonesia. Meskipun pertumbuhan kredit perbankan menunjukkan perkembangan positif, realisasi di lapangan masih terhambat oleh berbagai faktor yang perlu dicermati secara mendalam.
Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan kredit perbankan saat ini berada di kisaran 7%. Pada bulan Agustus 2025, angka tersebut menunjukkan kenaikan yang signifikan menjadi 7,56%, meskipun sebelumnya tercatat 7,03%. Namun, potensi ini menghadapi tantangan yang kompleks dari sisi permintaan dan penawaran.
Salah satu faktor utama yang menghambat permintaan kredit adalah suku bunga yang menurun secara perlahan. Pada awal tahun 2025, suku bunga kredit tercatat di 9,20% dan pada bulan Agustus 2025 sudah turun menjadi 9,13%. Penurunan ini memang tidak cukup untuk mendorong peningkatan penggunaan kredit oleh nasabah, terbukti dengan tingginya angka undisbursed loan.
Fenomena Undisbursed Loan dan Dampaknya Terhadap Ekonomi
Undisbursed loan, atau kredit yang belum ditarik oleh nasabah, menjadi indikator penting dalam menilai kondisi pasar kredit saat ini. Perry menyebutkan bahwa isu ini berkaitan langsung dengan rendahnya permintaan yang tercermin dari angkanya yang cukup besar. Rasio undisbursed loan mencapai Rp 2.372,11 triliun, mewakili 22,71% dari total plafon kredit yang tersedia.
Rasio undisbursed loan ini paling tinggi di sektor industri, pertambangan, jasa dunia usaha, dan perdagangan, terutama pada jenis kredit modal kerja. Perry menegaskan bahwa meskipun bank telah memberikan kredit, tidak semua sudah dimanfaatkan dengan optimal. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Perry menyebutkan bahwa kehadiran undisbursed loan yang besar menunjukkan adanya kekhawatiran dari pelaku ekonomi untuk menggunakan kredit. Ketidakpastian di pasar juga menjadi salah satu penyebabnya, di mana banyak pelaku usaha lebih memilih menunggu sebelum memanfaatkan fasilitas kredit yang tersedia.
Penyebab Lemahnya Penyaluran Kredit dan Upaya Perbaikan
Dari sisi penawaran, peluang untuk pertumbuhan kredit sebenarnya masih ada. Kenaikan kredit didukung oleh likuiditas yang cukup longgar di perbankan, terlihat dari tinggi Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang mencapai 27,25% pada Agustus 2025. Ini menandakan bahwa perbankan memiliki kemampuan yang baik untuk memberikan kredit baru.
Namun, meskipun likuiditas tinggi, suku bunga yang masih tinggi tetap menghambat pertumbuhan kredit. Perry mengungkapkan bahwa tingginya suku bunga menjadi faktor penahan yang signifikan untuk mendorong peningkatan pembiayaan lebih lanjut. Untuk itu, diperlukan langkah-langkah strategis agar suku bunga bisa lebih kompetitif.
Perry menambahkan bahwa kebijakan likuiditas makroprudensial dari Bank Indonesia dan proses ekspansi likuiditas moneter harus terus diperkuat. Kebijakan ini diharapkan dapat menghasilkan efek positif dalam penyaluran kredit oleh perbankan yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Prospek Pertumbuhan Kredit di Masa Depan
Jika berbagai isu yang menghambat dapat diatasi, maka prospek pertumbuhan kredit di masa depan bisa lebih cerah. Perry optimis bahwa dengan pengelolaan yang baik di sektor perbankan dan dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter, kredit dapat tumbuh lebih baik. Akan tetapi, optimisme ini harus diiringi dengan kesadaran akan pentingnya pemanfaatan kredit oleh pelaku usaha.
Melihat keadaan saat ini, penting bagi pelaku usaha untuk lebih proaktif dalam memanfaatkan fasilitas kredit yang ada. Hal ini tidak hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan modal kerja tetapi juga untuk mendukung perkembangan bisnis mereka di masa depan. Dalam konteks ini, edukasi dan sosialisasi mengenai fitur dan manfaat kredit sangat diperlukan.
Perry juga menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, bank, dan para pelaku usaha untuk menciptakan ekosistem yang lebih kondusif. Dengan demikian, semua elemen dari ekonomi dapat saling mendukung dalam mendorong pemulihan dan pertumbuhan di tengah ketidakpastian yang ada.




