Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik guna memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat. Dalam rencana yang ambisius ini, tambahan kapasitas yang direncanakan mencapai 69,5 gigawatt (GW) hingga tahun 2034, dengan 76 persen diantaranya akan bersumber dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Langkah ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk mengalihkan ketergantungan pada sumber energi fosil.
Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk transisi energi yang berkelanjutan. Hal ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga keberlanjutan pasokan energi tetapi juga untuk mengurangi dampak lingkungan yang dihasilkan oleh energi fosil. Dalam konteks ini, pembangkit tenaga nuklir turut dipertimbangkan sebagai alternatif dalam mencapai target tersebut.
“RUPTL yang telah disahkan baru-baru ini adalah langkah progresif dan bersejarah dalam upaya menjadikan sektor ketenagalistrikan Indonesia lebih ramah lingkungan,” ungkap Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Suroso Isnandar, pada acara peluncuran Electricity Connect 2025 di Jakarta. Perubahan ini menunjukkan besarnya tekad untuk melakukan transisi energi yang lebih bersih dan efisien.
Pemindahan dari Energi Fosil ke Energi Terbarukan Menjadi Tantangan
Saat ini, sebagian besar pembangkit utama di Indonesia masih bergantung pada energi fosil yang cenderung menciptakan polusi. Hal ini membuat dorongan untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih menjadi sangat diperlukan. Namun, peralihan ini bukanlah proses yang mudah, terutama dalam hal merancang kebijakan dan implementasi yang radikal. Kebijakan lama yang mengutamakan penggunaan energi fosil harus diputarbalikkan menuju penggunaan energi terbarukan.
Proses perubahan ini membutuhkan kesiapan berbagai pihak terkait untuk beradaptasi dengan kebijakan baru. Dalam konteks RUPTL untuk sepuluh tahun ke depan, pemerintah berupaya meningkatkan proporsi Energi Baru Terbarukan yang saat ini baru di angka 14 persen. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi dominasi batu bara yang masih mendominasi bauran energi nasional hingga 66 persen.
Penting untuk dicatat bahwa transisi ini tidak hanya soal beralih dari energi kotor ke energi bersih. “Pesan dari Presiden menegaskan bahwa selain transisi energi, kita harus memperhatikan swasembada energi,” tegas Suroso. Oleh karena itu, swasembada energi harus menjadi landasan dalam setiap kebijakan yang diambil.
Acara Electricity Connect 2025 sebagai Platform Kolaborasi
Pemerintah dan PT PLN (Persero) mendukung penuh acara Electricity Connect 2025 yang akan berlangsung dari 19 hingga 21 November 2025. Event ini diharapkan menjadi ajang pertemuan antara para pengambil keputusan, pemimpin industri, dan inovator di bidang ketenagalistrikan. Tujuannya adalah untuk membahas arah baru bagi sektor energi Indonesia di masa depan.
“Kami berharap Electricity Connect dapat membantu menggerakkan program transisi energi dengan semangat kolaborasi,” ungkap Suroso. Kesempatan ini bukan hanya untuk berbagi pengetahuan tetapi juga untuk menemukan solusi yang bisa diimplementasikan dalam konteks lokal dan regional.
Direktur Utama PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, menegaskan pentingnya acara ini sebagai bagian dari peringatan Hari Listrik Nasional yang ke-80. Dia menilai pemerintah telah menunjukan keseriusan dalam upaya transisi energi, yang tercermin dalam RUPTL sebagai road map yang paling ramah lingkungan.
Mendorong Inovasi dan Kolaborasi di Sektor Energi
Chairani berharap Electricity Connect 2025 dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi kolaborasi dan inovasi di sektor energi. Acara ini diharapkan memberikan wadah bagi para pelaku industri untuk berbagi pengalaman dan membangun kemitraan strategis. Pertukaran ide dan inovasi akan sangat penting untuk memperkuat transisi energi baru dan terbarukan di kawasan Asia.
Bagi para pelaku industri energi, Electricity Connect merupakan kesempatan luar biasa untuk menggali potensi serta menjalin kerjasama yang saling menguntungkan. Forum ini juga menjadi titik awal bagi pengembangan teknologi energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan dalam menghadapi tantangan krisis energi global.
“Dengan mendatangkan para ahli dan praktisi dari berbagai negara, kami berharap dapat menginspirasi sektor energi di dalam maupun luar negeri untuk bergerak menuju energi yang lebih berkelanjutan,” tutup Chairani. Mempertahankan momentum ini akan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah.