Kementerian Keuangan mencatat pencairan dana untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) baru mencapai Rp13 triliun sampai 8 September 2025. Walaupun angka tersebut terkesan besar, namun hanya merepresentasikan 18,3 persen dari total dana yang telah ditetapkan sebesar Rp71 triliun untuk program sepanjang tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan bahwa program MBG telah mencapai 22,7 juta penerima manfaat. Penyaluran dana ini melibatkan ribuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.
Program ini sangat penting mengingat banyaknya anak-anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia. Namun, pencapaian yang diraih saat ini menimbulkan kekhawatiran dalam banyak aspek, termasuk isu transparansi dan efisiensi program.
Analisis Kinerja Program Makan Bergizi Gratis di Indonesia
Program Makan Bergizi Gratis dirancang untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah strategis untuk mengurangi angka stunting dan masalah gizi lainnya.
Namun, saat ini dari total anggaran yang ada, masih ada Rp58 triliun yang harus dicairkan dalam sisa waktu tiga bulan anggaran berjalan. Ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kemampuan pelaksanaan program dalam waktu yang singkat.Menurut analis, situasi ini mencerminkan bagaimana pelaksanaan program MBG sebenarnya tidak realistis.
Kasus-kasus keracunan massal yang terjadi juga menunjukkan bahwa akuntabilitas program harus ditingkatkan. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana proses tender dilakukan dan siapa yang berhasil memenangkannya.
Risiko dan Tantangan dalam Implementasi Program Gizi di Lapangan
Analis Senior dari sebuah lembaga penelitian menyebutkan kondisi ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan program MBG sudah diwarnai dengan berbagai tantangan sejak awal. Dengan risiko tinggi, pelaksanaan program yang baru saja dilaksanakan oleh Badan Gizi Nasional berpotensi menciptakan masalah lebih besar ke depan.
Ketidakpastian dalam proses pengadaan makanan juga menjadi isu yang serius. Banyak keraguan muncul bahwa hanya pihak-pihak tertentu dengan kedekatan politik yang bisa memenangkan tender pengadaan makanan.
Melihat hal ini, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Evaluasi ini akan memastikan bahwa anggaran yang besar tidak terbuang sia-sia dan betul-betul menjangkau masyarakat yang membutuhkan.
Alternatif Program yang Lebih Efektif untuk Penyediaan Gizi
Banyak pihak menyarankan agar anggaran yang tidak terserap dalam MBG bisa dialokasikan untuk program lain yang lebih cepat memberikan bantuan. Program bantuan langsung tunai (BLT) atau subsidi untuk kantin sekolah, misalnya, bisa menjadi pilihan yang lebih tepat.
Masyarakat yang membutuhkan bantuan langsung akan lebih merasakan manfaatnya daripada program yang terhambat dalam distribusinya seperti halnya MBG. Saat ini, penting untuk memastikan gizi anak tercukupi tanpa menunggu proses panjang pengadaan makanan.
Dengan banyaknya kasus keracunan yang dilaporkan, jelas alternatif lain yang lebih langsung dan transparan perlu dipertimbangkan untuk menyelesaikan masalah gizi di Indonesia.