Penyaluran kredit perbankan di Indonesia mengalami pelambatan yang signifikan, terutama pada bulan Oktober 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa hal ini menjadi alasan utama untuk menambah penempatan dana menganggur pemerintah di Bank Indonesia, yang ditujukan untuk meningkatkan likuiditas di sektor perbankan.
Purbaya melaporkan bahwa pada bulan November 2025, jumlah penempatan dana pemerintah dalam bentuk saldo anggaran lebih mencapai Rp 76 triliun. Sebelumnya, pada bulan September, jumlah tersebut sudah mencapai Rp 200 triliun yang disalurkan kepada lima bank milik negara, sehingga totalnya kini menjadi Rp 276 triliun.
“Dengan tambahan ini, saya telah menginjeksikan uang ke dalam ekonomi sebesar Rp 76 triliun,” ujar Purbaya dalam sebuah acara di Jakarta. Keputusan ini mencerminkan respon pemerintah terhadap kondisi ekonomi saat ini, yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan yang mengkhawatirkan.
Pertumbuhan Kredit Perbankan yang Melambat dan Dampaknya terhadap Ekonomi
Purbaya mengamati bahwa pertumbuhan pengeluaran uang primer atau M0 mengalami penurunan dari 13% pada bulan September menjadi hanya 7% pada bulan Oktober 2025. Hal ini menjadi indikator bahwa dorongan dari pemerintah kepada perekonomian mulai berkurang, yang berdampak pada lambatnya penyaluran kredit.
Menurut Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, pertumbuhan kredit mencapai 7,36% secara tahunan atau year on year (yoy) per Oktober 2025, menurun dari angka sebelumnya yang tercatat 7,7%. Ini menunjukkan bahwa optimisme pelaku usaha juga berkurang, sehingga permintaan kredit menjadi lebih lemah.
Perry menambahkan, penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk sikap pelaku usaha yang cenderung menunggu dan melihat sebelum melakukan ekspansi. Hal ini dilihat dari penurunan daya serap kredit pada perusahaan akibat kondisi ekonomi yang tidak pasti.
Faktor Penyebab Melambatnya Penyaluran Kredit dan Respon Perbankan
Dari sisi suku bunga kredit, meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia telah menurun, penurunan suku bunga kredit perbankan masih sangat lambat. Pada awal tahun, suku bunga kredit tercatat di angka 9,20% dan hanya menurun menjadi 9,00% pada bulan Oktober 2025, dengan penurunan hanya 20 basis points.
Tercatat pula bahwa fasilitas pinjaman yang belum dicairkan mencapai Rp 2.450,7 triliun atau setara dengan 22,97% dari total plafon kredit yang tersedia. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan pasokan kredit yang tidak terserap dengan baik oleh pelaku usaha, yang mengakibatkan stagnasi dalam pertumbuhan kredit perbankan.
Meskipun kapasitas pembiayaan bank masih memadai, kondisi ini mengindikasikan bahwa banyak bank yang masih hati-hati dalam menyalurkan kredit, terutama untuk segmen kredit konsumsi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Situasi ini berdampak negatif terhadap pertumbuhan kredit UMKM yang mengalami penurunan.
Proyeksi Pertumbuhan Kredit Hingga Akhir Tahun 2025
Meski ada penurunan dalam pertumbuhan kredit, Perry tetap optimis bahwa pertumbuhan kredit akan berada dalam kisaran 8-11% hingga akhir tahun 2025. Harapan ini juga didasarkan pada upaya Bank Indonesia untuk memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan lembaga terkait lainnya.
Kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif makroprudensial juga diharapkan dapat membantu mendorong pertumbuhan kredit di sektor perbankan. Program-program ini akan berfokus pada penyempurnaan struktur suku bunga agar lebih kompetitif dan menarik bagi pelaku usaha.
Perry menegaskan pentingnya meningkatkan sinergi antara pemerintah dan sektor perbankan untuk memperbaiki iklim investasi dan mendorong pertumbuhan yang lebih sehat. Dengan demikian, arus kredit dapat kembali mengalir dengan lebih lancar, terutama untuk sektor-sektor yang membutuhkan dukungan finansial.




