Pemerintah daerah Jepang baru-baru ini meluncurkan program subsidi sebesar USD 118 juta, atau hampir Rp2 triliun, untuk membantu mengendalikan populasi beruang yang semakin meningkat. Program ini juga bertujuan untuk mempromosikan konsumsi berkelanjutan dari daging beruang di kalangan masyarakat.
Salah satu contohnya dapat dilihat di Aomori, salah satu prefektur yang mengalami dampak paling besar akibat kemunculan beruang. Katsuhiko Kakuta, pemilik restoran lokal, melaporkan bahwa dia telah menjual habis semua stok daging beruang yang disediakan untuk pelanggannya baru-baru ini.
Kakuta menjelaskan bahwa hidangan daging beruang mulai populer sejak mereka mulai menyajikannya pada tahun 2021. Popularitas tersebut semakin meningkat ketika seorang influencer mengunggah pengalaman makannya di restoran tersebut, menarik perhatian lebih banyak pengunjung.
Pentas Masakan Berbasis Daging Beruang di Jepang
Di sisi lain pulau Hokkaido, tepatnya di Sapporo, salah satu restoran bintang yang dikelola oleh Kiyoshi Fujimoto, memasak daging beruang cokelat dengan penuh kehati-hatian. Daging tersebut diolah dengan cara digulung dan dimasak dalam panci berisi saus anggur merah, menciptakan kombinasi rasa yang unik.
Dari tempat makan yang elegan ini, Fujimoto merasa bangga menggunakan bahan-bahan lokal yang tersaji dalam menu. “Penggunaan bahan lokal bukan hanya tentang cita rasa, tetapi juga tentang mendukung komunitas sekitar,” tuturnya.
Beberapa hidangan yang disajikan juga bertarif cukup tinggi, termasuk consommé beruang yang harganya mencapai USD 70 atau sekitar Rp1,17 juta. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang mulai melirik daging beruang sebagai alternatif kuliner yang menarik.
Tren Makan Daging Beruang yang Meningkat di Kalangan Masyarakat
Fujimoto mencatat bahwa saat ini, minat masyarakat untuk mencoba hidangan berbasis daging beruang semakin meningkat. “Hal ini menciptakan peluang untuk meningkatkan stok daging beruang di restoran kami,” tambahnya.
Kesadaran tentang pentingnya sumber daya lokal mendorong banyak koki untuk bereksperimen dengan bahan-bahan baru, dan daging beruang menjadi salah satu pilihan yang menarik. “Rasa daging beruang sangat berbeda dari daging lainnya, dan banyak orang terkejut dengan kelezatannya,” ungkap Fujimoto.
Kepopuleran daging beruang ini tidak lepas dari upaya pemerintah yang meningkatkan kesadaran akan keberlanjutan dan perlunya menjaga keseimbangan populasi satwa liar. Hal ini memberikan dampak positif bagi warga dan pelaku industri kuliner.
Kerjasama Antara Restoran dan Komunitas untuk Keberlanjutan
Program subsidi yang diluncurkan oleh pemerintah daerah merupakan langkah strategis dalam mendukung usaha lokal untuk memasarkan daging beruang. Dengan subsidi ini, pemerintah berharap bisa membantu restoran dalam menyesuaikan jumlah persediaan daging beruang yang diperlukan.
Kemitraan antara restoran dan pemerintah daerah berperan penting dalam menjaga ekosistem satwa, sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal. “Kami merasa bahwa kolaborasi ini memberi keuntungan bagi semua pihak,” tutur Kakuta.
Seiring meningkatnya ketertarikan terhadap daging beruang, banyak restoran lokal mulai berbagi resep dan teknik memasak. Hal ini juga berkontribusi pada peningkatan minat masyarakat untuk memahami dan menghargai makanan tradisional yang berbasis pada sumber daya lokal.




