Orang Utan Artemis dan Gieke Kembali ke Taman Nasional Betung Kerihun setelah Bersekolah Bertahun-tahun
Pelepasliaran orangutan menjadi salah satu momen emosional yang menyentuh hati bagi para pengelola Sekolah Hutan Jerora YPOS Sintang. Jasa mereka dalam rehabilitasi dan pendidikan orangutan kini berbuah manis, ketika sepasang orangutan bernama Artemis dan Gieke kembali ke habitat alami mereka di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat, pada 19 November 2025.
Artemis, yang lahir pada 1 April 2019, berusia 6 tahun 4 bulan saat pelepasliaran. Sementara itu, Gieke, lahir pada 11 Oktober 2018, berusia 6 tahun 10 bulan, keduanya adalah hasil program pendidikan yang dilakukan oleh relawan dan ilmuwan di sekolah ini, yang berfokus pada rehabilitasi orangutan.
Pelepasliaran mereka merupakan langkah bersejarah, mengingat kedua orangutan tersebut tidak lahir di hutan, tetapi di lingkungan yang dijaga dengan baik. Proses ini melibatkan perjalanan panjang yang dimulai dari Sintang menuju Putussibau dengan kendaraan darat, diikuti dengan perjalanan menantang menggunakan longboat yang memakan waktu tiga jam.
Pentingnya Rehabilitasi Orangutan dan Preservasi Habitat Asli
Rehabilitasi orangutan menjadi sangat penting dalam upaya menjaga keberlangsungan spesies yang terancam punah. Orangutan Kalimantan saat ini berada dalam status kritis dan memerlukan perhatian lebih dari masyarakat serta pemerintah untuk menjaga habitat alaminya.
Selama bertahun-tahun, Sekolah Hutan Jerora YPOS Sintang telah berusaha memberi pendidikan yang baik bagi orangutan yang terlahir di penangkaran. Proses ini dimulai dengan melatih mereka untuk kembali ke lingkungan alami, yang merupakan tujuan akhir dari setiap rehabilitasi.
Selain pendidikan yang diberikan, dukungan masyarakat dan kolaborasi lintas lembaga sangat diperlukan dalam upaya pelestarian ini. Keterlibatan berbagai pihak menjadi kunci dalam upaya memulihkan populasi orangutan di hutan Kalimantan.
Proses Pelepasliaran yang Teliti dan Terencana
Proses pelepasliaran bukanlah perkara yang sepele, melainkan membutuhkan persiapan yang cermat dan matang. Artemis dan Gieke menjalani berbagai pemeriksaan kesehatan sebelum mulai melakukan perjalanan. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi fisik yang baik.
Setelah menempuh perjalanan darat yang melelahkan, keduanya kemudian menjalani habituasi selama satu malam sebelum memasuki fase pelepasliaran. Habituasi ini bertujuan untuk memastikan kondisi psikologis mereka tetap stabil dan siap beradaptasi kembali dengan lingkungan yang baru.
Pelepasan ke Sungai Rongun di Taman Nasional Betung Kerihun juga menjadi bagian dari proses yang sangat penting. Perjalanan satu jam di atas longboat memberikan kesempatan bagi mereka untuk merasakan kembali sensasi alam liar sebelum akhirnya sepenuhnya kembali ke habitat mereka yang sebenarnya.
Komitmen untuk Menjaga Keberlanjutan Ekosistem
Pelepasliaran Artemis dan Gieke menjadi simbol harapan bagi pelestarian orangutan di Kalimantan. Komitmen berbagai pihak dalam menjaga dan melestarikan hutan menjadi fundamental untuk melindungi ekosistem. Pihak pemerintah dan organisasi non-pemerintah harus saling bersinergi.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat menggarisbawahi pentingnya kolaborasi di antara lembaga-lembaga, yang mengandalkan dukungan masyarakat setempat. Masyarakat juga berperan besar dalam menjaga kelestarian hutan serta melakukan pemantauan terhadap orangutan yang telah dilepasliarkan.
Upaya pelestarian ini tidak hanya berguna untuk orangutan, tetapi juga bagi keanekaragaman hayati di seluruh hutan Kalimantan. Keberlanjutan ekosistem hutan menjadi penting guna menjaga keseimbangan alam dan memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.



