Pertumbuhan sektor pembiayaan multifinance di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa piutang pembiayaan per Agustus 2025 mencapai Rp 505,59 triliun, dengan pertumbuhan tahunan (yoy) hanya 1,26%. Angka ini mencerminkan penurunan 53 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya, dan jika dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhan ini mengalami penurunan drastis hingga 892 basis poin dari 10,18% yoy.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Agusman, mengungkapkan bahwa saat ini sektor multifinance didorong oleh pembiayaan ke sektor produktif. Meskipun terdapat penurunan dalam pertumbuhan, adanya peningkatan dalam sektor produktif menunjukkan potensi yang tetap ada di tengah kondisi pasar yang menantang.
Rasio pembiayaan bermasalah atau nonperforming financing (NPF) per Agustus 2025 tercatat 2,51%, mengalami penurunan 1 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun situasi saat ini cukup mengkhawatirkan, perlu dicatat bahwa angka NPF ini lebih baik 15 basis poin jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan Pembiayaan di Sektor Produktif Membantu Stabilitas
Pembiayaan multifinance yang dialokasikan untuk sektor produktif terus menunjukkan tren positif. Pada Agustus 2025, pembiayaan ke sektor ini meningkat sebesar 5,15% yoy, mencapai Rp 246,5 triliun, dan berkontribusi sekitar 46,42% dari total pembiayaan multifinance. “Ini menunjukkan bahwa pangsa pasar sektor produktif terus berkembang,” kata Agusman dalam konferensi pers.
Kondisi ini menegaskan bahwa meskipun ada penurunan di sektor konsumsi, sektor produktif tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas sektor keuangan di tengah tantangan ekonomi global yang bergejolak.
Investasi di sektor produktif juga menjadi fokus bagi lembaga pembiayaan. Dengan menyalurkan dana ke berbagai industri, pihak multifinance berharap dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi.
Penjualan Otomotif yang Tertekan Memengaruhi Pembiayaan
Salah satu faktor yang turut memperlambat pertumbuhan pembiayaan multifinance adalah penjualan otomotif yang anjlok. Penjualan wholesales mobil dari pabrik ke diler tercatat 561.819 unit sepanjang Januari hingga September 2025, mengalami penurunan 11,3% yoy. Penurunan penjualan ini berimbas pada pembiayaan yang diperoleh lembaga multifinance.
Di sisi lain, penjualan ritel yang mencerminkan pembelian dari diler ke konsumen juga menyusut 10,9% yoy menjadi 585.917 unit. Penurunan ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk membeli kendaraan baru berkurang, yang secara langsung berdampak pada industri pembiayaan.
Di sektor roda dua, penjualan sepeda motor juga tidak luput dari penurunan. Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, penjualan sepeda motor nasional tercatat 4,34 juta unit, turun 1,7% yoy. Tren ini mencerminkan tantangan yang harus dihadapi oleh industri otomotif dan multifinance dalam waktu dekat.
Proyeksi Masa Depan Sektor Pembiayaan dan Otomotif
Melihat kondisi yang ada, proyeksi untuk sektor pembiayaan multifinance ke depan tampak tidak menentu. Sektor otomotif sebagai salah satu kontributor utama bagi industri ini masih menghadapi berbagai tantangan. Penurunan penjualan yang terjadi dapat memperlambat pemulihan serta konsumsi yang dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan.
Namun, Agusman meyakini bahwa dengan tetap berfokus pada sektor produktif, lembaga pembiayaan dapat mengoptimalkan potensi mereka. Komitmen untuk meningkatkan investasi di sektor-sektor yang produktif akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan dan mendorong pertumbuhan di masa mendatang.
Industri pembiayaan juga diharapkan bisa mengadaptasi dan menciptakan inovasi dalam penawaran produk mereka. Dengan memberikan solusi yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan pasar, lembaga pembiayaan bisa merespons dinamika industri yang berubah-ubah.