Penyaluran kredit perbankan di Indonesia pada Juni 2025 menunjukkan pertumbuhan yang cukup menarik, meski mengalami pelambatan. Pada bulan tersebut, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 7,6% dibandingkan tahun sebelumnya, menyusut jika dibandingkan dengan angka pertumbuhan Mei 2025 yang mencapai 8,43%
Direktur Utama dari salah satu lembaga keuangan mikro, Cahyo Kartiko, menjelaskan bahwa pelambatan ekonomi yang terjadi berkontribusi pada penurunan permintaan akan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini berkaitan erat dengan melemahnya daya beli masyarakat, sehingga diperlukan langkah-langkah konkret untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali.
Selain faktor permintaan, di sisi pendanaan terdapat tantangan baru yang dihadapi lembaga keuangan tersebut. Salah satunya adalah semakin ketatnya likuiditas yang diakibatkan oleh menurunnya minat masyarakat untuk menabung, sehingga berimbas pada kemampuan lembaga untuk menyalurkan kredit.
Dengan menggeliatnya kondisi dunia usaha, penting untuk mengkaji bagaimana situasi penyaluran kredit bagi UMKM pada tahun 2025 ini. Dialog antara para pihak terkait menjadi kunci untuk memahami lebih dalam mengenai tantangan dan peluang yang ada.
Fenomena Penurunan Permintaan Kredit UMKM di Indonesia
Pendanaan untuk UMKM merupakan salah satu pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, dengan berbagai tantangan yang dihadapi, seperti penurunan daya beli, banyak pelaku usaha kecil mengalami kesulitan dalam memperoleh pembiayaan yang dibutuhkan.
Pelemahan ekonomi global dan domestik turut memperburuk situasi, di mana banyak UMKM yang terpaksa mengurangi pengeluaran atau bahkan menghentikan operasional sementara. Dalam kondisi ini, lembaga keuangan dituntut untuk meningkatkan inovasi dalam produk dan layanan yang ditawarkan.
Kemandekan di sektor pinjaman UMKM juga menyebabkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian. Jika tidak segera ditangani, hal ini bisa berpotensi menurunkan angka pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun mendatang.
Tantangan Pendanaan Bagi Lembaga Keuangan Mikro
Pada saat yang sama, lembaga keuangan seperti BPRS juga harus menghadapi tantangan terkait likuiditas. Penurunan minat masyarakat untuk menabung berdampak langsung terhadap kas lembaga, yang berpengaruh pada kapasitas untuk memberikan kredit.
Ketika likuiditas semakin ketat, lembaga ini terpaksa mengambil langkah efisiensi dalam proses bisnisnya untuk dapat tetap kompetitif. Ini termasuk meninjau kembali struktur biaya dan melakukan inovasi untuk menarik nasabah baru.
Perubahan perilaku masyarakat dalam mengelola keuangan juga memengaruhi strategi pendanaan. Banyak nasabah yang lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di instrumen investasi lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Strategi Mendorong Pertumbuhan Kredit UMKM di Tengah Krisis
Mempertimbangkan tantangan yang ada, diperlukan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit bagi UMKM. Salah satu solusi yang diusulkan adalah peningkatan edukasi finansial kepada pelaku UMKM, agar mereka lebih memahami pentingnya akses keuangan yang baik.
Satu pendekatan lain yang bisa dilakukan adalah kolaborasi antar lembaga keuangan, termasuk bentuk kemitraan dengan pihak swasta dan pemerintah. Dengan menggandeng berbagai pemangku kepentingan, diharapkan bisa tercipta solusi yang lebih komprehensif untuk meningkatkan penyaluran kredit.
Penerapan teknologi finansial (fintech) juga menjadi salah satu solusi yang menjanjikan, di mana UMKM bisa mengakses dana dengan lebih cepat dan mudah. Lembaga keuangan dapat memanfaatkan teknologi ini untuk memperluas jangkauan layanan mereka.




