Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Afriansyah Ferry Noor, mengungkapkan komitmennya untuk memangkas sejumlah regulasi yang dianggap membebani industri hasil tembakau jika mendapatkan arahan langsung dari Presiden. Menurutnya, langkah ini penting agar industri yang padat karya tersebut bisa tetap bertahan dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Saat berbicara dalam sebuah diskusi publik, Afriansyah menegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak dapat berdiri sendiri. Keterlibatan berbagai kementerian lain, seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian, adalah kunci untuk menemukan solusi yang efektif.
Ia menilai bahwa tumpang tindih regulasi yang ada saat ini justru menghambat produktivitas industri rokok dan mempersempit ruang usaha. Hal ini bisa memicu dampak negatif bagi industri, termasuk penurunan lapangan kerja.
Pentingnya Penyederhanaan Regulasi untuk Industri Hasil Tembakau
Afriansyah menegaskan bahwa penyederhanaan regulasi sangat penting untuk keberlangsungan industri ini. Ia menyoroti bahwa industri rokok legal menyumbang lebih dari Rp200 triliun per tahun untuk penerimaan negara dan memiliki kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Data menunjukkan bahwa sektor ini menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dari berbagai pihak, mulai dari hulu hingga hilir. Jika regulasi yang kompleks terus berlaku, potensi kehilangan pekerjaan bisa meningkat secara drastis.
Sejumlah pelaku usaha mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 448 regulasi yang dianggap memberatkan industri ini. Regulasi ini meliputi aturan fiskal dan non-fiskal yang ketat, seperti kenaikan cukai tembakau setiap tahun.
Dampak Negatif dari Regulasi yang Ketat
Beberapa peraturan yang dianggap problematik termasuk Peraturan Pemerintah yang membatasi penjualan rokok di area publik dan melarang total iklan produk tembakau. Kebijakan ini, menurut Afriansyah, tidak hanya membatasi ruang usaha tetapi juga tidak efektif dalam menurunkan tingkat konsumsi rokok.
Sebaliknya, regulasi yang ketat justru mendorong munculnya peredaran produk ilegal yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Afriansyah berpendapat bahwa pengendalian tembakau harus dibangun melalui kolaborasi berbagai kementerian.
Ia mengedepankan pentingnya strategi yang tidak hanya fokus pada kesehatan, tetapi juga memperhatikan dampak luas terhadap pekerjaan dan kesejahteraan masyarakat. Jika tidak, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan bisa mencapai angka yang mengkhawatirkan.
Pentingnya Kolaborasi Antarkementerian dalam Menyusun Kebijakan
Afriansyah menekankan agar kebijakan pengendalian tembakau dirancang secara kolektif oleh berbagai kementerian. Pendekatan ini akan membantu memastikan bahwa semua aspek, termasuk ekonomi dan kesehatan, terintegrasi dalam kebijakan.
Dalam konteks ini, ia menyerukan agar pemerintah berani memangkas aturan yang sudah tidak efektif, tanpa harus menunggu proses panjang di legislatif. Hal ini penting untuk menanggapi kebutuhan industri secara cepat dan efisien.
“Kebijakan deregulasi harus berpijak pada kepentingan rakyat,” tegasnya, dan jika langkah tersebut terbukti membawa manfaat, maka kebijakan bisa segera diimplementasikan.




