Indonesia mengukuhkan komitmennya untuk berperan aktif dalam integrasi kelistrikan di kawasan Asia Tenggara melalui program yang dikenal dengan ASEAN Power Grid (APG). Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Yuliot, setelah mengikuti Pertemuan Menteri Energi ASEAN ke-43 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Meningkatnya kebutuhan energi di kawasan ini menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk mengambil inisiatif sebagai pusat energi regional. Dalam konteks tersebut, Yuliot menekankan pentingnya integrasi antar grid listrik untuk memenuhi pertumbuhan permintaan energi di masa mendatang.
“Peta integrasi antarnasional di ASEAN menunjukkan bahwa penghubungan grid ini sangat memungkinkan,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa, dengan perkembangan yang signifikan dalam permintaan energi, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menjadi pusat energi di kawasan ini.
Menjalin Kerja Sama Interkoneksi dengan Negara Tetangga
Yuliot menjelaskan bahwa Indonesia telah menjalin kerja sama interkoneksi dengan Malaysia, yang memberikan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan energi di wilayah Kalimantan. Melalui impor listrik dari Malaysia, Indonesia mendapatkan suplai sekitar 200 megawatt (MW), yang sangat krusial untuk memenuhi konsumsi energi di daerah tersebut.
“Kerja sama ini telah berjalan dan kini dalam tahap perpanjangan perizinan,” katanya. Langkah ini menunjukkan betapa pentingnya hubungan antarnegara dalam mengelola kebutuhan energi secara efisien dan berkelanjutan.
Dengan terjalinnya kerja sama ini, diharapkan akan ada peningkatan mutu pasokan energi yang dapat menguntungkan kedua negara. Hal ini juga menciptakan peluang bagi pengembangan infrastruktur kelistrikan yang lebih baik di masa mendatang.
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
Yuliot melanjutkan bahwa penguatan jaringan listrik di ASEAN akan ditopang oleh Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). RUPTL ini menjadi pijakan untuk memperkuat sistem kelistrikan, baik secara nasional maupun regional, dalam dekade ke depan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah menargetkan pembangunan jaringan transmisi sepanjang 48.000 kilometer sirkuit (kms). Kapasitas ini diharapkan dapat mendukung sistem ketenagalistrikan di seluruh kawasan ASEAN.
Di samping itu, pemerintah juga telah memetakannya kebutuhan investasi untuk proyek pengembangan jaringan listrik, dengan total sekira Rp600 triliun. Pendanaan tersebut ditargetkan tidak hanya berasal dari pemerintah, tetapi juga dari partisipasi sektor swasta yang diharapkan ikut berkontribusi.
Peluang Investasi dan Peran Sektor Swasta
Yuliot menjelaskan pentingnya melibatkan sektor swasta dalam investasi untuk jaringan kelistrikan. Total kebutuhan investasi yang dipetakan mencapai Rp600 triliun, yang mencakup baik pembangunan infrastruktur nasional maupun integrasi antarnegara ASEAN.
“Kami membuka peluang untuk sektor swasta agar dapat berinvestasi dalam jaringan nasional dan juga proyeksi integrasi di ASEAN,” lanjutnya. Dengan kolaborasi ini, diharapkan akan ada peningkatan kualitas dan efisiensi dalam penyediaan energi.
Partisipasi swasta diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung jaringan kelistrikan yang lebih baik. Hal ini merupakan langkah strategis untuk memastikan ketersediaan energi di kawasan dalam jangka panjang.
Pentingnya Transisi Energi yang Adil dan Inklusif
Dalam forum AMEM ke-43, Indonesia menekankan perlunya transisi energi yang dilakukan secara adil dan teratur. Yuliot menyatakan bahwa kebijakan energi harus mempertimbangkan kondisi nasional dari setiap negara, serta keseimbangan antara aspek ekonomi dan lingkungan.
“Transisi energi yang diusulkan tidak hanya memprioritaskan keberlanjutan, tetapi juga ketahanan dan keterjangkauan energi,” jelasnya. Hal ini penting agar tidak ada negara anggota yang tertinggal dalam proses tersebut.
Melalui pendekatan yang inklusif, diharapkan setiap negara dapat berpartisipasi dalam transisi energi yang berkelanjutan. Keberhasilan dalam hal ini akan menciptakan ekosistem energi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di kawasan ASEAN.
Pada pertemuan ini, di bawah kepemimpinan Malaysia, sejumlah capaian penting berhasil diraih, seperti pengesahan Nota Kesepahaman tentang ASEAN Power Grid. Langkah ini memperkuat interkoneksi kelistrikan di kawasan dan menegaskan posisi Indonesia sebagai penggerak utama dalam kerjasama energi di ASEAN.
Dengan demikian, Indonesia tidak hanya berkontribusi pada pengembangan energi regional, tetapi juga aktif dalam mewujudkan visi ASEAN Community 2045. Ini merupakan langkah signifikan menuju masa depan energi yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.