Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Indonesia akan mewajibkan seluruh penerbangan internasional yang masuk ke negara ini menggunakan bahan bakar Sustainable Aviation Fuel (SAF) minimal 1 persen mulai 2027. Kebijakan ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam upaya mencapai target Net Zero Emission (NZE) yang ditetapkan untuk sektor penerbangan.
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara DJPU Kemenhub, Sokhib Al Rohman, menjelaskan bahwa implementasi SAF menjadi bagian penting dari sistem penerbangan berkelanjutan. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dan melindungi lingkungan.
Komitmen pemerintah ini menandakan keseriusan Indonesia dalam mengambil bagian dalam pengurangan dampak perubahan iklim. Keberadaan regulasi mengenai penggunaan SAF juga menunjukkan arah kebijakan yang lebih proaktif dan responsif terhadap tantangan perubahan global.
Pentingnya Sustainable Aviation Fuel dalam Industri Penerbangan
Bahan bakar SAF telah terbukti efektif dalam mengurangi emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh pesawat. Penggunaan SAF tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga memberikan peluang bagi industri penerbangan untuk berinovasi. Di banyak negara, penerapan SAF sudah menjadi langkah yang diharapkan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi jejak karbon.
Indonesia berusaha mengikuti jejak negara lain yang lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa. Dengan pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan, diharapkan akan ada perubahan positif terhadap kualitas udara dan kesehatan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan tujuan global dalam memerangi pemanasan global.
Penggunaan SAF di Indonesia diharapkan menjadi model bagi negara berkembang lainnya. Dengan tersedianya sumber bahan baku yang melimpah, seperti minyak jelantah, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi salah satu produsen SAF yang signifikan. Suatu langkah yang perlu didukung terutama di era keberlanjutan saat ini.
Dampak Kebijakan terhadap Penerbangan Internasional
Penerapan kebijakan penggunaan SAF di Indonesia diharapkan membawa dampak yang signifikan terhadap industri penerbangan internasional. Negara-negara lain, seperti Belanda, juga telah merencanakan kebijakan serupa, bahkan menerapkan sanksi bagi maskapai yang tidak mematuhi. Kebijakan ini dapat memberikan sinyal kuat bagi kepatuhan terhadap standar lingkungan global.
Implementasi SAF di penerbangan internasional akan mempengaruhi tarif tiket pesawat yang tersedia bagi konsumen. Jika maskapai tidak beradaptasi, mereka mungkin akan menghadapi denda yang cukup signifikan, seperti yang diterapkan di Belanda. Kebijakan ini akan mendorong maskapai untuk melakukan investasi dalam teknologi dan bahan bakar yang lebih bersih.
Penyediaan SAF yang berasal dari sumber-sumber berkelanjutan juga menjanjikan peluang baru bagi industri lokal. Dengan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta, sumber daya kelautan dan pertanian Indonesia bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan SAF. Langkah ini akan memacu industri baru dan membuka lapangan kerja.
Peran PT Pertamina dalam Pengembangan SAF di Indonesia
PT Pertamina (Persero) menjadi salah satu pelopor dalam pengembangan SAF di Indonesia. Perusahaan ini tengah mendorong pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku SAF, yang dinilai lebih mudah dijangkau oleh maskapai penerbangan dalam negeri. Dengan menerapkan metode ini, penghematan biaya pun bisa lebih optimal.
Inisiatif dari Pertamina telah dilakukan dengan beberapa proyek percontohan yang menunjukkan dampak positif bagi lingkungan. Proses pencampuran antara minyak jelantah dan avtur sudah diuji coba, dan hasilnya sangat memuaskan. Dengan penerapan ini, Indonesia bisa menjadi pionir dalam penggunaan SAF dari sumber lokal yang ramah lingkungan.
Lebih dari sekadar memenuhi regulasi, pemanfaatan SAF bisa merangsang industri pengolahan minyak jelantah di tingkat lokal. Jika dikelola dengan baik, langkah ini juga akan mendorong kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan limbah secara bijaksana. Hal ini akan mendukung pencapaian target keberlanjutan yang lebih besar.




