Investasi merupakan salah satu cara yang banyak dipilih oleh masyarakat untuk mengembangkan kekayaan mereka. Namun, tidak sedikit orang yang terjebak dalam skema investasi bodong yang menjanjikan keuntungan besar tanpa adanya transparansi dan kejelasan yang memadai.
Kasus terbaru mengenai investasi bodong melibatkan Fikasa Group, di mana para korban mengadu kepada Komisi XI DPR RI meminta kejelasan mengenai dana investasi yang tidak kunjung kembali. Kuasa hukum para korban, Saiful Anam, mengungkapkan bahwa situasi ini semakin rumit karena banyak elemen hukum yang terlibat dalam penanganannya.
Sejak tahun 2019, para korban telah melaporkan masalah ini, menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang beroperasi di dalam Fikasa Group. Mereka berharap bahwa pemerintah dapat memberikan solusi yang adil dan transparan dalam penyelesaian perkara ini.
Skema Penipuan yang Mengelabui Banyak Investor
Pihak Fikasa Group menggunakan beberapa anak perusahaan untuk menarik perhatian investor dengan iming-iming keuntungan yang tinggi. PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP) adalah dua entitas yang berperan penting dalam menjangkau calon investor.
Selain menjanjikan keuntungan yang lebih besar dari rata-rata bunga pasar, mereka juga menunjukkan keberhasilan berbagai proyek yang telah mereka jalankan. Berbagai bukti dan promosi berhasil menarik minat banyak orang untuk berinvestasi dengan harapan mendapatkan imbal hasil yang menggiurkan.
Dengan adanya promosi yang masif, banyak orang yang terjebak dalam skema ini, tanpa menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang dipermainkan. Namun, keuntungan yang dijanjikan tidak pernah terealisasi, meninggalkan banyak investor dalam keadaan bingung dan merugi.
Janji-janji yang Tidak Ditepati dan Upaya Hukum
Janji keuntungan sebesar 10-15 persen per tahun telah membuat banyak orang tergiur untuk berinvestasi di Fikasa Group. Namun, kenyataannya, para investor tidak hanya kehilangan uang mereka, tetapi juga terjebak dalam birokrasi hukum yang rumit.
Saiful Anam menegaskan bahwa meskipun telah melalui berbagai saluran hukum, seperti melapor kepada Otoritas Jasa Keuangan dan kepolisian, upaya para korban sering kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai. Hal ini memicu rasa frustrasi yang mendalam di antara mereka yang merasa ditinggalkan.
Proses hukum ini semakin rumit ketika pihak-pihak terkait mulai menggunakan skema kepailitan untuk menghindar dari tanggung jawab. Banyak korban yang kini berjuang untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka setelah mengalami kerugian finansial yang besar.
Potensi Penipuan yang Lebih Besar di Masa Depan
Kejadian investasi bodong seperti yang dialami para korban Fikasa Group harus menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat. Penipuan semacam ini sering kali menargetkan individu yang kurang berpengalaman dalam berinvestasi, terutama yang terpengaruh oleh janji-janji manis.
Penting bagi calon investor untuk lebih berhati-hati dan melakukan riset sebelum menginvestasikan dana mereka. Edukasi mengenai investasi yang aman dan terpercaya perlu menjadi perhatian pemerintah agar masyarakat tidak terjatuh ke dalam lubang yang sama.
Pihak berwenang juga perlu mengambil langkah tegas untuk menindak para pelaku investasi bodong. Tanpa adanya tindakan yang berani, kasus serupa dapat terjadi lagi dan lagi, menimpa lebih banyak korban di masa depan.




