PT Pertamina (Persero) berkomitmen untuk berkontribusi dalam transisi menuju energi berkelanjutan. Upaya ini merupakan bagian dari misi perusahaan untuk menciptakan ekosistem energi yang lebih ramah lingkungan dan efisien di kawasan regional.
Dalam acara Investor Daily Summit 2025 di Jakarta Convention Center, Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, mengungkapkan berbagai inovasi energi rendah karbon yang telah diperkenalkan, termasuk Pertamax Green, Sustainable Aviation Fuel (SAF), dan Renewable Diesel (RD).
“Sebagai perusahaan, kami tidak hanya berfokus pada ketahanan energi nasional, tetapi juga berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dan membangun ekosistem energi yang lebih hijau,” jelasnya.
Inovasi Energi yang Mendukung Ekonomi Lokal dan Lingkungan
Salah satu produk yang menonjol dari upaya tersebut adalah Pertamax Green 95. Bahan bakar ini memiliki RON 95 dengan kandungan sulfur di bawah 50 ppm, menjadikannya ramah lingkungan dan mampu mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.
Pertamax Green tidak hanya menguntungkan lingkungan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan. Produk berbasis bioetanol ini diperkirakan mampu menggantikan bensin impor dan mengurangi defisit neraca perdagangan bahan bakar nasional.
“Dengan metode ini, kami berharap dapat membantu menekan defisit impor bahan bakar yang saat ini mencapai sekitar US$12,4 miliar atau Rp200 triliun,” sambung Oki.
Penerapan Bahan Bakar Ramah Lingkungan dalam Sektor Transportasi
Selain Pertamax Green, Pertamina juga mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang berbasis minyak jelantah. Produk ini telah diuji dalam penerbangan Pelita Air dari Jakarta ke Bali pada Agustus 2025 lalu.
Dengan kolaborasi yang melibatkan pengumpulan minyak jelantah, Pertamina menjadi satu-satunya produsen SAF yang menggunakan metode co-processing di ASEAN. Teknik ini berhasil mendapatkan sertifikasi internasional yang membuktikan keandalannya dalam menurunkan emisi karbon penerbangan hingga 84 persen.
“Pengembangan teknologi SAF ini dilakukan sepenuhnya oleh insinyur Indonesia, menunjukkan bahwa kami memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin regional dalam energi hijau,” ungkap Oki.
Komitmen Berkelanjutan Terhadap Bahan Bakar Nabati
Pertamina juga telah mengimplementasikan program Biodiesel B40, yang saat ini menjadi campuran biodiesel tertinggi di seluruh dunia. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian energi sekaligus memperkuat keamanan pasokan solar domestik.
Selain itu, perusahaan juga mengembangkan Renewable Diesel (RD). Bahan bakar ini dihasilkan melalui proses hidrogenasi minyak sawit dan memiliki keuntungan dalam hal stabilitas oksidasi serta efisiensi pembakaran yang lebih baik dibandingkan biodiesel konvensional.
“Dengan inovasi ini, kami berusaha untuk memberikan solusi energi yang lebih efisien dan ramah lingkungan bagi masyarakat,” jelas Oki.